Usaha PerbenIhan Ikan
Perikanan budidaya (akuakultur) kini semakin berkembang di Indonesia. Dari tahun ke tahun, produktivitasnya terus meningkat. Sepanjang 2011 produksi perikanan budidaya menembus angka 6,8 juta ton. Kemudian meningkat menjadi 9,4 juta ton di tahun 2012. Sementara pada 2013, produksi perikanan budidaya naik menjadi 13,7 juta ton dan di 2014 target produksi mencapai 14 juta ton.
Produksi perikanan budidaya yang mencapai belasan juta ton per tahun dan akan terus bertambah tak pelak memberikan kontribusi besar pada kebutuhan gizi masyarakat. Hal ini sejalan dengan naiknya konsumsi ikan per kapita dari waktu ke waktu. Sehingga tak heran sektor perikanan semakin diakui berperan penting dalam memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahkan menjadi pilar penting untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional.
Akan tetapi, peningkatan produksi ikan di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari gerakan industrialisasi perikanan budidaya yang dikomandoi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Di satu sisi gerakan nasional yang secara teknis dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) itu telah terbukti mampu mendorong para pembudidaya menggenjot produksinya.
Di lain pihak industrialisasi sektor akuakultur tersebut juga mampu memperkuat hulu-hilir produksi perikanan budidaya secara keseluruhan.Keberhasilan gerakan industrialisasi perikanan budidaya sangat terkait dengan kekuatan dukungan di bagian hulu dari rantai produksi. Adapun bagian hulu paling penting dan utama dalam industri akuakultur di Tanah Air adalah sektor perbenihan. Bahkan perbenihan menjadi faktor penentu proses produksi perikanan budidaya, baik budi daya air tawar, air payau, maupun air laut.
Itu sebabnya, untuk menunjang dan mendukung ke berhasilan industrialisasi peri kanan budidaya, diperlukan induk dan benih unggul dalam jumlah yang memadai dan ber kesinambungan. Sehingga ke tersediaan induk dan benih unggul perlu mendapatkan per hatian khusus dari seluruh pihak terkait.
Tentunya pemenuhan kebutuhan benih dan induk tersebut bukan hanya tugas pemerintah. Pasalnya pemerintah tidak dapat bekerja sendiri sehingga perlu adaya sinergi dan kerjasama dengan semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam sub sektor perbenihan perikanan.
Para pihak yang terkait langsung dengan industri perbenihan dan mesti bekerjasama secara sinergis antara lain adalah pemerintah, pengumpul induk, pemulia, unit pembenihan baik skala kecil maupun skala besar dan juga para pembudidaya ikan. Sinergi antar pemangku kepentingan ini niscaya bakal menunjang kegiatan produksi yang tengah giat-giatnya dilakukan oleh para pelaku usaha budidaya ikan.
Berbeda dengan jenis bisnis akuakultur lainnya, usaha perbenihan perikanan merupakan suatu usaha dengan perputaran permodalan yang cepat. Dengan kebutuhan ukuran tebar benih yang semakin besar maka usaha perbenihan dapat dilakukan dengan segmentasi usaha perbenihan. Ukuran tebar ikan yang semakin besar akan mengurangi resiko kematian benih atau meningkatkan rasio hidup ikan yang ditebar. Dengan demikian diharapkan hasil panen akan meningkat.
Yang tak kalah penting kebutuhan beragam ukuran bibit ikan bakal membuka segmentasi usaha pembenihan mulai dari telur menjadi benih, kemudian benih menjadi tokolan, bahkan sampai tokolan menjadi ukuran siap tebar. Semakin banyak segmentasi usaha pembenihan ikan akan semakin banyak menyerap tenaga kerja dan mendorong perekonomian di kawasan budidaya dan pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan pembenih ikan
Pusat Induk dan BenIh
Guna memenuhi induk dan benih unggul dalam jumlah dan kualitas yang memadai, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) telah menerapkan strategi yang cukup jitu. Yakni, pembangunan dan pengembangan pusat induk dan benih (Broodstock Center) di beberapa wilayah di Indonesia. Baik National Broodstock Center (NBC) maupun Regional Broodstock Center (RBC) bekerja secara bersama-sama mengumpulkan induk dan benih alam dari berbagai lokasi.
Untuk kemudian digunakan memproduksi calon induk hasil budidaya melalui serangkaian metode dan proses seleksi. Adanya pusat induk dan benih ini terbukti cukup berhasil untuk komoditas ikan lele, nila, udang vaname dan kerapu. Bahkan rumput laut melalui hasil kultur jaringan telah menghasilkan bibit rumput laut yang unggul untuk dapat dikembangkan di masyarakat. Sehingga, strategi ini juga akan diterapkan untuk komoditas lain seperti ikan patin, gurame, udang windu dan yang lainnya.
Lalu, untuk menyebarluaskan atau mendistribusikan benih unggul secara merata ke masyarakat, maka dikembangkan kawasan perbenihan baik benih ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Sebagai contoh pengembangan telur atau nauplii untuk memenuhi kebutuhan telur kerapu dan juga nauplii udang. Kemudian didukung dengan PL Center (Post Larva center) dan Benih Centre.
Pengembangan sentra-sentra ini, selain merupakan implementasi dari segmentasi usaha pembenihan juga sekaligus membantu distribusi benih unggul kepada masyarakat pembudidaya ikan, baik skala kecil maupun skala besar. Di lain pihak, Gerakan Penggunaan Induk Unggul (GAUL) terus digalakkan untuk mengembangkan usaha budidaya ikan yang berkelanjutan (sustainable).
Pelaku usaha pembenihan ikan semakin diberikan pemahaman bahwa penggunaan induk unggul mutlak dilakukan untuk menghasilkan benih berkualitas.Pemenuhan kebutuhan bibit berkualitas ini juga terus dilakukan melalui sentra benih dan induk unggul yang sudah ada dan dibantu oleh balai balai benih yang tergabung dalam Jejaring Perbenihan Perikanan Nasional.
Sederhananya untuk memproduksi benih ikan unggul dalam jumlah besar diperlukan industri perbenihan. Sedangkan untuk mendukung industri perbenihan diperlukan revolusi perbenihan. GAUL akan mendukung revolusi perbenihan ini agar penggunaan induk ikan unggul semakin masif dan menjadi kebutuhan masyarakat pembudidaya ikan secara nasional
Cara PembenIhan Ikan yang BaIk (CPIB)
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya telah membangun sebuah model dalam upaya meningkatkan daya saing industri benih ikan secara nasional, yakni dengan penerapan Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB). Penerapan CPIB ini merupakan syarat mutlak dalam menghasilkan benih unggul dan juga mengelola induk unggul.
Dengan menerapkan CPIB maka benih yang dihasilkan merupakan benih berkualitas yang akan dapat digunakan oleh para pembudidaya yang juga harus menerapkan Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB).Kebijakan CPIB dan CBIB ini merupakan integrasi hulu dan hilir dalam sistem perikanan budidaya nasional yang dikembangkan DJPB.
Input yang bagus proses yang sesuai aturan akan menghasilkan output yang optimal dengan kualitas yang baik. Sertifikasi CPIB dan tentu CBIB ini terus digalakkan untuk meningkatkan daya saing perikanan budidaya menyambut persaingan global yang kian ketat. Produksi induk dan benih unggul dengan sertifikasi ini tentu juga dimaksudkan untuk mendukung semakin bergairahnya usaha budidaya ikan nasional.
Adapun syarat sertifikasi CPIB, antara lain surat keterangan dari desa, lokasi bebas banjir dan cemaran, air tersedia sepanjang tahun dan tidak tercemar (dibuktikan dengan hasil analisis laboratorium), fasilitas unit lengkap (ada gudang, tempat pengemasan), menerapkan biosecurity, pakan bersertifikat, atau melampirkan bahan/formula dan menyerahkan sampel apabila menggunakan pakan buatan sendiri.
Induk memiliki Surat Keterangan Asal (SKA), mempunyai Standard Operasional Prosedur (SOP) dari pengolahan kolam, pengadaan induk, pemeriksaan kesehatan ikan, pemeriksaan kualitas air, sampai dengan panen dan pengemasan, mempunyai data rekaman selama proses produksi, dan didampingi satu orang bersertifikat Manager Pengendali Mutu (MPM) Perbenihan.
Di tengah ketatnya persaingan bisnis akuakultur di tingkat global dan regional, apalagi memasuki ajang pasar bebas ASEAN (Masyarakat Ekonomi ASEAN) tahun 2015, maka Indonesia harus mampu swasembada benih dan induk nasional. Hal ini penting selain untuk membendung penetrasi produk impor juga untuk menghindari masuknya penyakit dari negara lain.
Swasembada benih dan induk ini akan mudah dicapai, salah satunya dengan menerapkan CPIB. Jika CPIB diterapkan secara masif, maka pada akhirnya kebutuhan induk dan benih berkualitas bakal tercukupi di seluruh Indonesia.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)